March 10, 2013

Halo Apa Kabarnya?



Tahun 2013 sudah masuk bulan ketiga sementara postingan baru satu. Padahal kepengen saya tuh jumlah postingan harus meningkat setiap tahunnya (yang mana sudah gagal total di tahun 2012). Lalu niatan berikutnya adalah mencoba menulis dengan bahasa Indonesia, karena merasa bahasa Inggris saya amburadul. Jadi ya daripada kebanyakan niatan, mending segera kita mulai posting ini.

Berhubung postingan terakhir saya adalah tentang survei keliling Sulsel dan Sultra, maka saya akan menceritakan setelah kelilingan itu saya ngapain aja.

First of all, personally, buat saya bulan Oktober dan November tahun lalu itu bisa dibilang bulan di mana saya keblinger. Bayangkan, setelah keliling desa-desa di Sulsel dan Sultra, saya harus kunjungan lapangan (di Sultra lagi) selama beberapa hari, lalu balik ke Makassar untuk menyelesaikan pekerjaan ini dan itu. Pulang ke Makassar pun harus bersih-bersih kosan dulu  yang habis ditinggal satu bulan.  Beneran non stop dan capek banget rasanya ngga punya hari libur. Selama itu, waktu terasa berjalan cepat sekali.  Hal ini pun bikin panik karena beberapa deadline yang datang bersamaan. Tapi di sisi lain saya senang, karena itu berarti bulan Desember tiba semakin cepat. Oia, kenapa saya napsu banget sama Desember, alasannya karena saya akan cuti panjang pulang ke Jakarta dan akan pergi liburan!

Akhirnya setelah  penantian yang menguras emosi, saat itu pun tiba. Saya inget banget sehari sebelum pulang ke Jakarta, saya panik-panik kecil masih ngelarin kerjaan sembari packing. Packingnya juga harus dipikirin ngga bisa asal masuk-masukkin aja, karena saya harus memilah-milah barang-barang mana yang perlu dibawa untuk liburan nanti. Rempong bener kan? Koper yang tadinya saya  pikir bakal kosong malah penuh berjejal barang. Bahkan, saat nimbang di airport, saya over 2 kg dari jatah bagasi. Untung saja mas-mas penjaga counternya baik, dan ngga mencharge biaya tambahan. Di hari itu, perjalanan 2 jam Makassar –Jakarta yang biasanya ngga berasa jadi kayak ngga nyampe-nyampe. Ketahuan deh sebesar apa kadar homesicknya saya.

Mendarat di Jakarta, antri ambil bagasi, lalu saya langsung meluncur ke Plaza Senayan untuk bela-belain makan di... Sushi Tei! Yah maklum aja di Makassar belum ada. Saatnya dong memanjakan lidah makan salmon setelah puas makan ikan kue, kerapu, dan bolu khas Makassar. Habis kenyang Sushi Tei lalu mengopi enak di Anomali, dan makan malem bareng teman-teman di Koi Kemang. Langsung deh berasa gendut. Langsung berasa juga mahalnya gaya hidup di Jakarta :D

Hari-hari di Jakarta saya habiskan dengan ketemuan dengan teman-teman untuk catching up cerita kehidupan, menyambangi tempat-tempat  makan/ngopi baru, dan yang paling hits adalah menghadiri ke acara rave party. Gila udah lama banget loh ngga ke party diska disko begini. Kebetulan sekali saya dapet pass masuk gratis dari teman, sehingga bisa eksis di Jakarta Warehouse Project. However, ternyata saya ngga terlalu excited dengan acara kayak gini, entah karena badan yang mulai jompo (jam 11 udah ngantuk), musik jedak jeduk yang bukan my cup of tea, atau karena hujan deras di tengah acara yang bikin riweh. Well intinya sih walau ngga terlalu excited, tapi saya cukup senang karena bisa joged jingkrak-jingkrak (ciyeh). Lumayanlah pelepasan penat kerja di daerah melulu. Sekali-kali boleh lah ya memanjakan indera dengan sorotan lampu laser dan dentuman sound yang mantap. Iya ngga broh?

Hore pulang!
Oh iya, selain rave party, saya juga menghadiri bachelor/ette dinnery party-nya sahabat saya
Keluarga besar 

Attending the Wedding of the Year (aka Kawinan Pak Bos)
Setelah mengakhiri weekend manis dengan rave party, saya kemudian mengawali minggu berikutnya dengan pergi ke Wanadadi, Banjarnegara  guna menghadiri pernikahan bos saya. Sesuai dengan rencana yang diatur via Facebook (how we live in digital world yah), rombongan tamu penggembira pesta sekiranya akan kopdar di stasiun Gambir jam 8 pagi. “It shouldn’t be hard to find the mob”, pikir saya dalam hati. Dan benar saja, di dekat loket berkumpullah rombongan bule-bule, dengan koper dan rucksacknya dengan bos saya yang tinggi menjulang sebagai kepala sukunya. Secara total, ada sekitar 18 orang dalam rombongan kami, yang didominasi oleh Australian asal dari Fremantle, kampungnya bos saya. 

Kami naik kereta pukul setengah 9 dan menempuh perjalanan selama kurang lebih 6 jam untuk mencapai Purwokerto.  Dari Purwokerto rombongan kami berkendara lagi selama 1.5 jam untuk mencapai Banjarnegara, kota di mana pernikahan abad ini akan berlangsung.

Anyway, selama beberapa hari di Banjarnegara, rombongan kami sibuk berperan sebagai keluarga mempelai pria alias pak bos, mulai dari hadir di perkenalan keluarga, sampai mendampingi pada saat siraman dan resepsi. Bagi saya ini pengalaman yang seru sekali, bisa ketemu orang-orang dari berbagai  latar belakang dan umur, di mana somehow kita semua dalam waktu singkat bisa ngeblend-in kayak satu keluarga besar. Setiap malam selama beberapa hari di Banjarnegara, kami nongkrong di lounge di hotel sembari ngobrol-ngobrol over cognac dan vodka yang stoknya melimpah ruah (si pengantin pria memang sengaja memesan sebotol liquor untuk setiap tamu dari luar negeri). Ngobrol ngalor ngidul ngomongin cuaca, kerjaan, Jogja, advertising, kopi, Jakarta, tukeran Facebook dan email, sampai ngebahas filosofi Buddha. Benar-benar menyenangkan sudah kayak keluarga sendiri.

Seusai perhelatan akbar, rombongan kami beserta pengantin yang berbahagia sempat plesir dulu ke Dieng untuk melihat kawah dan beberapa candi. Malamnya, kami barbeque-an di hotel dan mengucap salamat tinggal karena akan melanjutkan perjalanan masing-masing.

The mob








Lanjut Ngga Nih Kita? Lanjut Dong.....
Keesokan harinya  sebagian besar (termasuk saya) melanjutkan perjalanan ke Jogja untuk kemudian terbang ke Bali, Surabaya, dan Hanoi. Beberapa langsung kembali ke Jakarta, dan ada juga yang masih tinggal di Banjarnegara. Rombongan Australian menyewa bus berangkat jam 9 ke Jogjakarta, namun saya memutuskan untuk mengambil travel instead of bergabung dengan rombongan.

Saya sengaja mengambil travel jam 7 pagi dari Banjarnegara supaya masih punya kesempatan untuk berleha-leha dulu di Via Via Cafe (my favorite spot in Jogja) sebelum melanjutkan perjalanan ke airport.  Oh iya, sehabis trip Banjarnegara, saya memang tidak langsung kembali ke Jakarta, melainkan akan ke Bromo dulu via Surabaya bersama sahabat-sahabat saya.

Sesuai rencana, saya sampai di Jogja jam sepuluh pagi, dan langsung memesan salad, pancake serta kopi tubruk di Via Via. Perut kenyang, saya pun senang :D
Sekitar jam satu siang, saya meluncur ke Adi Sucipto. Rencananya, saya akan berangkat dari Jogjakarta dengan pesawat jam 3 sore, sementara satu sahabat saya berangkat pagi dari Jakarta, dan yang lain menyusul sore harinya.

Halo Via Via
Kami ketemuan di Juanda jam 5 sore. Rombongan kami terdiri hanya dari 3 orang:  Indy, Fachril, dan saya. Karena takut kemalaman, kami langsung hopped in ke Avanza dan bergegas menuju Probolinggo (ngga lupa mampir makan di Rawon Nguling dong), kemudian Cemoro Lawang untuk check in di Hotel Bromo Permai. Sampai di Cemoro Lawang  disambut oleh udara yang dinginnya Masya Alloh. Untungnya udah prepared dengan perlengkapan perang ya, kalau ngga asli deh bisa modar.  

Setelah cuci muka dan mandi seperlunya, kami segera mencoba untuk terlelap. Esok subuh kami akan dijemput jeep sewaan jam 3 pagi untuk naik ke puncak dan melihat sunrise.  

Rasanya baru tidur beberapa jam kemudian dibangunkan itu gimana gitu ya. Sepet banget mata, untung aja inget kalau mau lihat sunrise, jadinya langsung bersemangat.

Jeep kami dan ratusan rombongan sunrise-goers menderu-deru menaiki jalanan mendaki yang berkelok-kelok. Malam masih pekat, udara dingin pun menyelimuti Bromo. Ketika kami turun dari mobil, semerbak wangi kopi dan jagung bakar menguapi udara seputar pos sunrise. Ratusan orang bersenjatakan kamera siap membidik si matahari. Kami pun salah satunya, walau akhirnya saya menyerah karena kemampuan kamera yang terbatas, dan memilih untuk menyaksikan dengan mata sendiri saja.

Subuh itu, banyak orang yang sedih, karena sunrisenya agak ditutupi awan sehingga tidak sejelas hari-hari biasanya. Saya sendiri sih ngga kecewa, karena ngeliat semburat langit aja saya sudah seneng.


Selesai mengintai sunrise, kami pun turun untuk lalu mendaki ke kawah. Jalannya lumayan melatih jantung, karena menanjak dan permukaannya pasir sehingga melangkahpun jadi lebih meletihkan. Ditambah lagi, setelah melewati jalanan menanjak, kita dihadapkan pada ratusan anak tangga yang meniti jalur menuju kawah. Tapi memang benar kata pepatah, berakit-rakit dahulu bersenang-senang kemudian, karena pemandangan di atas itu indah sekali. Haduh, saya jadi pingin ke Bromo lagi deh.

Selesai dengan pendakian mini, kami bertiga langsung tancap gas ke hotel. Lapar sangat! Selain itu, kami harus buru-buru packing untuk melanjutkan perjalanan selanjutnya ke kota Malang :)

Hujan gerimis menyambut kami di kota Malang. Perjalanan dari Bromo memakan waktu lebih lama dari biasanya karena jalanan yang padat merayap. Setelah makan siang bakso Malang (iya dong, kan lagi di Malang, jadi makannya harus bakso Malang :D), kami bertiga ngopi-ngopi sore dulu di hotel Tugu. Itu adalah kali pertama saya berkunjung ke hotel Tugu, dan saya langsung jatuh cinta sama hotel tersebut. Interiornya tertata apik, detail-detailnya elok dipandang mata, bahkan table set-nya pun manis sekali. Haduh mak, jatuh hati banget aku.

Sehabis mengopi sore kami berangkat ke Batu, menuju penginapan kami, De Daunan. Sekali lagi, saya jatuh cinta. Si De Daunan ini sungguh oh oh oh manitsnya. Sesuai dengan namanya, guest house ini hijau karena di kelilingi pohon.  Kamarnya bersih dan luas dan ada fasilitas kolam renang. Untuk menambah kehijauan De Daunan, kebun sayur mayur menghiasi area sekeliling guest house. Bahkan yang bikin senang adalah, mereka punya pembibitan tanaman sendiri lho. Jadi tambah suka dengan guest house ini.  Oiya jika penilaian saya masih kurang valid, mungkin rekomendasi dari Trip Advisor bisa dijadikan alasan kuat untuk mencoba menginap di tempat ini.

Dua hari di Batu dihabiskan dengan menyambangi Batu Night Spectacular dan Batu Secret Zoo. Sejujurnya saya kaget banget lihat kemajuan kota Batu yang punya tempat wisata yang kualitasnya ngga kalah dengan kota besar lainnya. Salut sama walikotanya, yang bisa mengambil celah dan menjadikan pariwisata sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. Secret Zoo-nya terutama, walaupun memang tidak besar, tapi koleksi hewannya unik dan beragam! Selain itu banyak signage yang memberikan informasi tentang hewan-hewan yang ada di dalamnya. Edukatif sekali, saya suka!

Halo Juanda!
Bromo






Table set di Hotel Tugu


Batu Night Spectacular


De-Daunan!

Ini lho pembibitannya
Batu Secret Zoo


Hari Minggu pagi, kami pamit dari kota Malang menuju Surabaya. Ngga berasa liburan singkat kami harus berakhir. Esok Senin sudah kembali mengantor oh tidakkkk! Supaya ngga sedih, sebelum ke airport kami mampir dulu di kedai es krim kesayangan, Zangrandi.
Jam 6 sore kami bertiga sudah antri dengan rapihnya di loket check in Juanda. Kami terpisah dalam 2 flight berbeda, yang ternyata dua-duanya terkena delay akibat kerusakan di radar Soekarno Hatta. Kerusakan ini mengakibatkan selama beberapa saat pesawat tidak bisa mendarat sehingga berakibat langsung pada kemunduran semua jadwal pesawat. Ampun deh Jakarta.

Seperti yang diperkirakan, saya tidur blas selama penerbangan Surabaya-Jakarta. Bangun-bangun sudah mendarat aja gitu di Soekarno Hatta. Group hug dulu dengan sahabat saya, sebelum masing-masing menyetop taksi. Terima kasih ya guys untuk trip yang menyenangkan ini. Saya seneng banget nget nget! Kapan-kapan kita atur lagi agenda tamasya barengnya. 

Wah wah wah, postingan saya jadi panjang banget nih. Sepertinya harus segera distop dulu, biar pembahasan ngga semakin melebar. So auf wiedersehen fer now, and I’ll see you on the next post.

No comments:

Post a Comment