Tahun 2013 sudah
masuk bulan ketiga sementara postingan baru satu. Padahal kepengen saya tuh jumlah
postingan harus meningkat setiap tahunnya (yang mana sudah gagal total di tahun
2012). Lalu niatan berikutnya adalah mencoba menulis dengan bahasa Indonesia,
karena merasa bahasa Inggris saya amburadul. Jadi ya daripada kebanyakan
niatan, mending segera kita mulai posting ini.
Berhubung postingan
terakhir saya adalah tentang survei keliling Sulsel dan Sultra, maka saya akan
menceritakan setelah kelilingan itu saya ngapain aja.
First
of all, personally, buat saya bulan Oktober dan November tahun lalu itu
bisa
dibilang bulan di mana saya keblinger. Bayangkan, setelah keliling
desa-desa di
Sulsel dan Sultra, saya harus kunjungan lapangan (di Sultra lagi) selama
beberapa hari, lalu balik ke Makassar untuk menyelesaikan pekerjaan ini
dan
itu. Pulang ke Makassar pun harus bersih-bersih kosan dulu yang habis
ditinggal satu bulan. Beneran non stop dan capek banget rasanya
ngga punya hari libur. Selama itu, waktu terasa berjalan cepat sekali.
Hal ini pun bikin panik karena beberapa
deadline yang datang bersamaan. Tapi di sisi lain saya senang, karena
itu
berarti bulan Desember tiba semakin cepat. Oia, kenapa saya napsu banget
sama
Desember, alasannya karena saya akan cuti panjang pulang ke Jakarta dan
akan
pergi liburan!
Akhirnya setelah penantian yang menguras emosi, saat itu pun tiba. Saya inget banget sehari sebelum pulang ke Jakarta, saya panik-panik kecil masih ngelarin kerjaan sembari packing. Packingnya juga harus dipikirin ngga bisa asal masuk-masukkin aja, karena saya harus memilah-milah barang-barang mana yang perlu dibawa untuk liburan nanti. Rempong bener kan? Koper yang tadinya saya pikir bakal kosong malah penuh berjejal barang. Bahkan, saat nimbang di airport, saya over 2 kg dari jatah bagasi. Untung saja mas-mas penjaga counternya baik, dan ngga mencharge biaya tambahan. Di hari itu, perjalanan 2 jam Makassar –Jakarta yang biasanya ngga berasa jadi kayak ngga nyampe-nyampe. Ketahuan deh sebesar apa kadar homesicknya saya.
Mendarat di Jakarta, antri ambil bagasi, lalu saya langsung meluncur ke Plaza Senayan untuk bela-belain makan di... Sushi Tei! Yah maklum aja di Makassar belum ada. Saatnya dong memanjakan lidah makan salmon setelah puas makan ikan kue, kerapu, dan bolu khas Makassar. Habis kenyang Sushi Tei lalu mengopi enak di Anomali, dan makan malem bareng teman-teman di Koi Kemang. Langsung deh berasa gendut. Langsung berasa juga mahalnya gaya hidup di Jakarta :D
Hari-hari di Jakarta saya habiskan dengan ketemuan dengan teman-teman untuk catching up cerita kehidupan, menyambangi tempat-tempat makan/ngopi baru, dan yang paling hits adalah menghadiri ke acara rave party. Gila udah lama banget loh ngga ke party diska disko begini. Kebetulan sekali saya dapet pass masuk gratis dari teman, sehingga bisa eksis di Jakarta Warehouse Project. However, ternyata saya ngga terlalu excited dengan acara kayak gini, entah karena badan yang mulai jompo (jam 11 udah ngantuk), musik jedak jeduk yang bukan my cup of tea, atau karena hujan deras di tengah acara yang bikin riweh. Well intinya sih walau ngga terlalu excited, tapi saya cukup senang karena bisa joged jingkrak-jingkrak (ciyeh). Lumayanlah pelepasan penat kerja di daerah melulu. Sekali-kali boleh lah ya memanjakan indera dengan sorotan lampu laser dan dentuman sound yang mantap. Iya ngga broh?
Hore pulang! |
Oh iya, selain rave party, saya juga menghadiri bachelor/ette dinnery party-nya sahabat saya |
Keluarga besar |
Attending the Wedding of the Year (aka Kawinan Pak Bos)
Setelah mengakhiri weekend manis dengan rave party, saya kemudian mengawali minggu berikutnya dengan pergi ke Wanadadi, Banjarnegara guna menghadiri pernikahan bos saya. Sesuai dengan rencana yang diatur via Facebook (how we live in digital world yah), rombongan tamu penggembira pesta sekiranya akan kopdar di stasiun Gambir jam 8 pagi. “It shouldn’t be hard to find the mob”, pikir saya dalam hati. Dan benar saja, di dekat loket berkumpullah rombongan bule-bule, dengan koper dan rucksacknya dengan bos saya yang tinggi menjulang sebagai kepala sukunya. Secara total, ada sekitar 18 orang dalam rombongan kami, yang didominasi oleh Australian asal dari Fremantle, kampungnya bos saya.
Kami naik kereta pukul setengah 9 dan menempuh perjalanan selama kurang lebih 6 jam untuk mencapai Purwokerto. Dari Purwokerto rombongan kami berkendara lagi selama 1.5 jam untuk mencapai Banjarnegara, kota di mana pernikahan abad ini akan berlangsung.
Setelah mengakhiri weekend manis dengan rave party, saya kemudian mengawali minggu berikutnya dengan pergi ke Wanadadi, Banjarnegara guna menghadiri pernikahan bos saya. Sesuai dengan rencana yang diatur via Facebook (how we live in digital world yah), rombongan tamu penggembira pesta sekiranya akan kopdar di stasiun Gambir jam 8 pagi. “It shouldn’t be hard to find the mob”, pikir saya dalam hati. Dan benar saja, di dekat loket berkumpullah rombongan bule-bule, dengan koper dan rucksacknya dengan bos saya yang tinggi menjulang sebagai kepala sukunya. Secara total, ada sekitar 18 orang dalam rombongan kami, yang didominasi oleh Australian asal dari Fremantle, kampungnya bos saya.
Kami naik kereta pukul setengah 9 dan menempuh perjalanan selama kurang lebih 6 jam untuk mencapai Purwokerto. Dari Purwokerto rombongan kami berkendara lagi selama 1.5 jam untuk mencapai Banjarnegara, kota di mana pernikahan abad ini akan berlangsung.
Anyway, selama beberapa hari di Banjarnegara, rombongan kami sibuk berperan sebagai keluarga mempelai pria alias pak bos, mulai dari hadir di perkenalan keluarga, sampai mendampingi pada saat siraman dan resepsi. Bagi saya ini pengalaman yang seru sekali, bisa ketemu orang-orang dari berbagai latar belakang dan umur, di mana somehow kita semua dalam waktu singkat bisa ngeblend-in kayak satu keluarga besar. Setiap malam selama beberapa hari di Banjarnegara, kami nongkrong di lounge di hotel sembari ngobrol-ngobrol over cognac dan vodka yang stoknya melimpah ruah (si pengantin pria memang sengaja memesan sebotol liquor untuk setiap tamu dari luar negeri). Ngobrol ngalor ngidul ngomongin cuaca, kerjaan, Jogja, advertising, kopi, Jakarta, tukeran Facebook dan email, sampai ngebahas filosofi Buddha. Benar-benar menyenangkan sudah kayak keluarga sendiri.
Seusai perhelatan akbar, rombongan kami beserta pengantin yang berbahagia sempat plesir dulu ke Dieng untuk melihat kawah dan beberapa candi. Malamnya, kami barbeque-an di hotel dan mengucap salamat tinggal karena akan melanjutkan perjalanan masing-masing.
The mob |
Lanjut Ngga Nih Kita? Lanjut Dong.....
Keesokan
harinya sebagian besar (termasuk saya)
melanjutkan perjalanan ke Jogja untuk kemudian terbang ke Bali, Surabaya, dan
Hanoi. Beberapa langsung kembali ke Jakarta, dan ada juga yang masih tinggal di
Banjarnegara. Rombongan Australian menyewa bus berangkat jam 9 ke Jogjakarta,
namun saya memutuskan untuk mengambil travel instead of bergabung dengan
rombongan.
Saya sengaja
mengambil travel jam 7 pagi dari Banjarnegara supaya masih punya kesempatan
untuk berleha-leha dulu di Via Via Cafe (my favorite spot in Jogja) sebelum
melanjutkan perjalanan ke airport. Oh
iya, sehabis trip Banjarnegara, saya memang tidak langsung kembali ke Jakarta,
melainkan akan ke Bromo dulu via Surabaya bersama sahabat-sahabat saya.
Sesuai rencana, saya
sampai di Jogja jam sepuluh pagi, dan langsung memesan salad, pancake serta
kopi tubruk di Via Via. Perut kenyang, saya pun senang :D
Sekitar jam satu
siang, saya meluncur ke Adi Sucipto. Rencananya, saya akan berangkat dari
Jogjakarta dengan pesawat jam 3 sore, sementara satu sahabat saya berangkat
pagi dari Jakarta, dan yang lain menyusul sore harinya.
Kami ketemuan di
Juanda jam 5 sore. Rombongan kami terdiri hanya dari 3 orang: Indy, Fachril, dan saya. Karena takut
kemalaman, kami langsung hopped in ke Avanza dan bergegas menuju Probolinggo
(ngga lupa mampir makan di Rawon Nguling dong), kemudian Cemoro Lawang untuk check
in di Hotel Bromo Permai. Sampai di Cemoro Lawang disambut oleh udara yang dinginnya Masya
Alloh. Untungnya udah prepared dengan perlengkapan perang ya, kalau ngga asli
deh bisa modar.
Setelah cuci muka dan mandi seperlunya, kami segera mencoba untuk terlelap. Esok subuh kami akan dijemput jeep sewaan jam 3 pagi untuk naik ke puncak dan melihat sunrise.
Setelah cuci muka dan mandi seperlunya, kami segera mencoba untuk terlelap. Esok subuh kami akan dijemput jeep sewaan jam 3 pagi untuk naik ke puncak dan melihat sunrise.
Rasanya baru
tidur beberapa jam kemudian dibangunkan itu gimana gitu ya. Sepet banget mata,
untung aja inget kalau mau lihat sunrise, jadinya langsung bersemangat.
Jeep kami dan
ratusan rombongan sunrise-goers menderu-deru menaiki jalanan mendaki yang
berkelok-kelok. Malam masih pekat, udara dingin pun menyelimuti Bromo. Ketika
kami turun dari mobil, semerbak wangi kopi dan jagung bakar menguapi udara
seputar pos sunrise. Ratusan orang bersenjatakan kamera siap membidik si
matahari. Kami pun salah satunya, walau akhirnya saya menyerah karena kemampuan
kamera yang terbatas, dan memilih untuk menyaksikan dengan mata sendiri saja.
Subuh itu, banyak
orang yang sedih, karena sunrisenya agak ditutupi awan sehingga tidak sejelas
hari-hari biasanya. Saya sendiri sih ngga kecewa, karena ngeliat semburat
langit aja saya sudah seneng.
Selesai mengintai sunrise, kami pun turun untuk lalu mendaki ke kawah. Jalannya lumayan
melatih jantung, karena menanjak dan permukaannya pasir sehingga melangkahpun
jadi lebih meletihkan. Ditambah lagi, setelah melewati jalanan menanjak, kita
dihadapkan pada ratusan anak tangga yang meniti jalur menuju kawah. Tapi memang
benar kata pepatah, berakit-rakit dahulu bersenang-senang kemudian, karena
pemandangan di atas itu indah sekali. Haduh, saya jadi pingin ke Bromo lagi
deh.
Selesai dengan pendakian mini, kami bertiga langsung tancap gas ke hotel. Lapar sangat! Selain itu, kami harus buru-buru packing untuk melanjutkan perjalanan selanjutnya ke kota Malang :)
Hujan gerimis menyambut kami di kota Malang. Perjalanan dari Bromo memakan waktu lebih lama dari biasanya karena jalanan yang padat merayap. Setelah makan siang bakso Malang (iya dong, kan lagi di Malang, jadi makannya harus bakso Malang :D), kami bertiga ngopi-ngopi sore dulu di hotel Tugu. Itu adalah kali pertama saya berkunjung ke hotel Tugu, dan saya langsung jatuh cinta sama hotel tersebut. Interiornya tertata apik, detail-detailnya elok dipandang mata, bahkan table set-nya pun manis sekali. Haduh mak, jatuh hati banget aku.
Sehabis mengopi sore kami berangkat ke Batu, menuju penginapan kami, De Daunan. Sekali lagi, saya jatuh cinta. Si De Daunan ini sungguh oh oh oh manitsnya. Sesuai dengan namanya, guest house ini hijau karena di kelilingi pohon. Kamarnya bersih dan luas dan ada fasilitas kolam renang. Untuk menambah kehijauan De Daunan, kebun sayur mayur menghiasi area sekeliling guest house. Bahkan yang bikin senang adalah, mereka punya pembibitan tanaman sendiri lho. Jadi tambah suka dengan guest house ini. Oiya jika penilaian saya masih kurang valid, mungkin rekomendasi dari Trip Advisor bisa dijadikan alasan kuat untuk mencoba menginap di tempat ini.
Dua hari di Batu dihabiskan dengan menyambangi Batu Night Spectacular dan Batu Secret Zoo. Sejujurnya saya kaget banget lihat kemajuan kota Batu yang punya tempat wisata yang kualitasnya ngga kalah dengan kota besar lainnya. Salut sama walikotanya, yang bisa mengambil celah dan menjadikan pariwisata sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. Secret Zoo-nya terutama, walaupun memang tidak besar, tapi koleksi hewannya unik dan beragam! Selain itu banyak signage yang memberikan informasi tentang hewan-hewan yang ada di dalamnya. Edukatif sekali, saya suka!
Halo Juanda! |
Bromo |
Table set di Hotel Tugu |
Batu Night Spectacular |
De-Daunan! |
Ini lho pembibitannya |
Batu Secret Zoo |
Hari Minggu pagi,
kami pamit dari kota Malang menuju Surabaya. Ngga berasa liburan singkat kami
harus berakhir. Esok Senin sudah kembali mengantor oh tidakkkk! Supaya ngga
sedih, sebelum ke airport kami mampir dulu di kedai es krim kesayangan, Zangrandi.
Jam 6 sore kami
bertiga sudah antri dengan rapihnya di loket check in Juanda. Kami terpisah
dalam 2 flight berbeda, yang ternyata dua-duanya terkena delay akibat kerusakan
di radar Soekarno Hatta. Kerusakan ini mengakibatkan selama beberapa saat
pesawat tidak bisa mendarat sehingga berakibat langsung pada
kemunduran semua jadwal pesawat. Ampun deh Jakarta.
Seperti yang diperkirakan, saya tidur blas selama penerbangan
Surabaya-Jakarta. Bangun-bangun sudah mendarat aja gitu di Soekarno Hatta. Group
hug dulu dengan sahabat saya, sebelum masing-masing menyetop taksi. Terima kasih ya guys untuk trip yang menyenangkan ini. Saya seneng banget nget
nget! Kapan-kapan kita atur lagi agenda tamasya barengnya.
Wah wah wah, postingan saya jadi panjang banget nih. Sepertinya harus segera distop dulu, biar pembahasan ngga semakin melebar. So auf wiedersehen fer now, and I’ll see you on the next post.
Wah wah wah, postingan saya jadi panjang banget nih. Sepertinya harus segera distop dulu, biar pembahasan ngga semakin melebar. So auf wiedersehen fer now, and I’ll see you on the next post.
No comments:
Post a Comment