Cendrawasih yang sayapnya patah. Itulah bagaimana Samuel menyebut dirinya.
Di tengah kekalutan yang dialaminya, Samuel mendapat pencerahan. “Dalam perenungan, saya seperti menemukan suara Tuhan. Di ajaran Kristen, ada ayat yang menyebutkan Ia adalah seperti pohon yang ditanam di tepi aliran air, dan apa yang diperbuatnya pasti akan berhasil. Hati saya tersentuh. Saya menyadari bahwa ini adalah rencana Tuhan untuk saya dan saya harus melakukan sesuatu.” ujarnya.
Usahanya menunjukkan hasil. Sikap keluarga dan teman-temannya melunak dan mulai menerima Samuel. Melihat keberhasilan ini, Samuel semakin terpacu untuk memberikan informasi ke lebih banyak orang. Samuel menyadari bahwa informasi yang benar tentang HIV/AIDS adalah kunci untuk melawan stigma-diskriminasi terhadap ODHA.
Data menunjukkan Papua sebagai provinsi kedua dengan kasus AIDS kumulatif terbanyak setelah DKI Jakarta dan merupakan provinsi dengan AIDS Case Rate tertinggi di Indonesia**. AIDS Case Rate di Papua adalah 180.69 poin, jauh di atas angka rata-rata nasional yaitu 11.09 poin. Dari total 7319 kasus HIV/AIDS di Papua, 3 kelompok umur utama penderita adalah 20– 29 tahun (3335 kasus), 30 – 39 tahun (1938 kasus), dan 15 – 19 tahun (692 kasus)***. Angka-angka ini menggambarkan bagaimana HIV/AIDS telah menjadi ancaman serius bagi remaja dan generasi muda Papua.
Samuel dilahirkan 21 tahun yang lalu dari keluarga yang kondisinya pas-pasan. Untuk bertahan hidup, sejak umur 5 tahun ia telah menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan. Ia pun hanyabisa mencicipi bangku sekolah sampai dengan kelas 1 SMP.
Tahun 2005, pada usia 15 tahun, Samuel bergabung menjadi ABK (Anak Buah Kapal) di Kapal Gunung Dempo dan Kapal Sinabung. Hanya bertahan setahun, ia pulang ke Jayapura, dan kembali ke jalanan.
Bulan Januari 2006, YPPM –salah satu LSM peduli HIV/AIDS di Jayapura- mengadakan kegiatan konseling dan informasi mengenai HIV/AIDS untuk anak jalanan. Samuel yang menyadari dirinya memiliki perilaku beresiko, memberanikan diri untuk tes HIV/AIDS.
Hasil tes pertama menunjukkan Samuel berada dalam periode jendela. Atas rekomendasi petugas konseling, tiga bulan kemudian Samuel melakukan tes kedua. Kali ini hasilnya positif.
Hasil tes pertama menunjukkan Samuel berada dalam periode jendela. Atas rekomendasi petugas konseling, tiga bulan kemudian Samuel melakukan tes kedua. Kali ini hasilnya positif.
“Pada waktu hasil tes keluar, saya tidak langsung diberi tahu. Mama Ester dari YPPM mengajak saya jalan-jalan. Kami putar-putar kota Jayapura dan pergi makan di restoran. Baru di situlah Mama Ester kasih lihat saya punya hasil.” ucap Samuel.
Kecewa, frustasi, dan bingung. Itulah yang dirasakan Samuel.
Tidak tahu mesti berbuat apa, ia sempat mencoba minum obat-obatan untuk mencabut nyawanya sendiri.
Awal dari kebangkitan
Di tengah kekalutan yang dialaminya, Samuel mendapat pencerahan. “Dalam perenungan, saya seperti menemukan suara Tuhan. Di ajaran Kristen, ada ayat yang menyebutkan Ia adalah seperti pohon yang ditanam di tepi aliran air, dan apa yang diperbuatnya pasti akan berhasil. Hati saya tersentuh. Saya menyadari bahwa ini adalah rencana Tuhan untuk saya dan saya harus melakukan sesuatu.” ujarnya.
Samuel belajar untuk menerima kenyataan dan berdamai dengan dirinya sendiri.
Ia pun bangkit.
Ia datang ke YPPM, menjalani proses pendampingan, serta penguatan rohani.
Samuel kemudian mengkonsumsi obat kotri untuk mengatasi infeksi oportunistik yang dideritanya. Ketika kondisinya membaik, ia menjalani terapi ARV.
Ia mulai terlibat dalam kegiatan-kegiatan HIV/AIDS bersama YPPM.
Pada awalnya, ia masih merahasiakan statusnya namun keinginan yang kuat untuk membantu teman-teman seusianya membuat Samuel memberanikan diri membuka status kepada publik. Hal ini ia lakukan pada bulan Juni 2007, di suatu acara diskusi HIV/AIDS remaja. “Saya ini adalah cendrawasih yang sayapnya sudah patah sebelah. Saya tidak ingin ada orang-orang muda lagi yang bernasib seperti saya. Cukup saya saja.” katanya.
Di kalangan ODHA, membuka status bukanlah hal yang mudah. Diperlukan kesiapan mental untuk menghadapi konsekuensi yang timbul. Ancaman stigma-diskriminasi, terutama yang datang dari orang-orang terdekat, siap meluluhlantahkan seorang ODHA.
Tanpa terkecuali, hal ini juga terjadi pada Samuel.
Ketika kembali ke jalanan, teman-temannya telah mendengar kabar bahwa Samuel HIV positif. Mereka mengusir Samuel. Ia dianggap sebagai seorang yang kotor, pembawa virus, sehingga ia tidak diizinkan untuk datang lagi.
Seperti perlakuan teman-temannya, keluarga Samuel pun bereaksi sama kerasnya. Samuel dituduh sebagai anak tak tahu diuntung yang telah mencoreng kehormatan keluarga. Tapi Samuel tetap bersikukuh dengan prinsipnya. “Walaupun kalian mau terima saya atau tidak, saya akan tetap berjuang untuk kehidupan saya. Saya akan berjuang sehingga tidak ada lagi generasi-generasi selanjutnya yang seperti saya.” tekad Samuel.
Samuel tidak tinggal diam. Timbul keinginan dari dalam dirinya untuk melakukan sesuatu terhadap stigma-diskriminasi yang dialaminya.
Ia lalu mencoba berkomunikasi lagi dengan keluarganya, memberikan informasi dan mengajak mereka berbicara.
Ia datang ke kegiatan ibadah anak jalanan, memberikan testimonial, serta pemahaman mengenai HIV/AIDS.
Usahanya menunjukkan hasil. Sikap keluarga dan teman-temannya melunak dan mulai menerima Samuel.
Ia pun mengaku seperti mendapat kekuatan, karena tahu ada orang-orang, lembaga, komunitas yang peduli dengan dirinya dan dengan apa yang dia lakukan.
Semakin aktif
Data menunjukkan Papua sebagai provinsi kedua dengan kasus AIDS kumulatif terbanyak setelah DKI Jakarta dan merupakan provinsi dengan AIDS Case Rate tertinggi di Indonesia**. AIDS Case Rate di Papua adalah 180.69 poin, jauh di atas angka rata-rata nasional yaitu 11.09 poin. Dari total 7319 kasus HIV/AIDS di Papua, 3 kelompok umur utama penderita adalah 20– 29 tahun (3335 kasus), 30 – 39 tahun (1938 kasus), dan 15 – 19 tahun (692 kasus)***. Angka-angka ini menggambarkan bagaimana HIV/AIDS telah menjadi ancaman serius bagi remaja dan generasi muda Papua.
Samuel sendiri melihat remaja sebagai kalangan yang sangat rentan terhadap HIV/AIDS karena mereka memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Jika terjerumus ke lingkungan yang salah, mereka akan mulai mengadopsi gaya hidup beresiko, yang akan berakibat fatal. Oleh karena itu, Samuel menganggap sangatlah penting bagi remaja untuk mempunyai bekal pengetahuan tentang HIV/AIDS agar mereka bisa mengambil sikap dan melindungi diri.
Samuel lalu memberikan pemahaman kepada komunitas basket, anak jalanan, serta kelompok pemuda. Ia mencoba memperluas jangkauan dengan memberikan testimonial di media-media seperti TVRI Papua, RRI Papua, dan berbagai majalah.
Ia juga berbicara di gereja-gereja di Jayapura, mulai dari daerah Sentani sampai Koya. Ia menjadi pengurus inti dalam Cendrawasih Plus, sebuah organisasi peduli AIDS. Ia terpilih mewakili remaja Papua untuk mengikuti diskusi HIV/AIDS bersama 7 wakil negara luar, di Jayapura, yang diprakarsai oleh Kedutaan Besar Australia. Ia turun ke jalan-jalan setiap hari untuk berdialog dengan anak jalanan tentang bahaya perilaku beresiko yang seringkali mereka miliki.
“Rata-rata orang menyambut dengan baik adanya pemberian informasi tentang HIV/AIDS, karena hal ini membuat mereka mengerti dan paham. Walaupun memang, masih ada yang menganggap bahwa ODHA harus dikarantinakan. Biasanya untuk yang seperti itu, saya akan coba untuk kasih tahu pelan-pelan.” jelas Samuel.
Tidak sampai di situ saja, kepedulian Samuel terhadap generasi mendatang ditunjukkan dengan keterlibatannya dalam sesi informasi dasar HIV/AIDS yang dilakukan dalam kegiatan Masa Orientasi Siswa (MOS) bagi pelajar SMP dan SMU.
Impian di masa depan
Berbicara soal impian, apa yang diharapkan oleh Samuel sangatlah mulia. Ia ingin agar semakin sedikit generasi muda yang hidup dengan HIV. Ia ingin agar tidak ada lagi stigma-diskriminasi terhadap ODHA. Ia ingin agar di masa mendatang, pemberdayaan ODHA semakin meningkat. Ia juga berharap agar kerjasama berbagai pihak dalam penanggulangan HIV/AIDS di Papua semakin solid untuk mencapai hasil yang maksimal.
Kawan saya Samuel, adalah contoh ODHA yang patut diacungi jempol. Ia berhasil bangkit dari keterpurukannya, lalu berjuang untuk memberikan informasi HIV/AIDS, serta memerangi stigma-diskriminasi. Samuel terus memberikan semangat, dan ia telah menjadi inspirasi bagi ODHA lainnya, agar tidak putus asa ketika vonis HIV positif datang. Ia memberikan contoh bahwa HIV tidaklah membatasi kehidupan seseorang. Dengan pemahaman dan treatment yang benar, ODHA tetap bisa berkarya melakukan hal yang berguna untuk hidupnya dan orang banyak.
“Selama saya masih bisa bernapas, saya akan melakukan apa saja yang bisa saya lakukan terutama untuk generasi muda dan untuk Papua.” ucap Samuel.
Hingga kini, Samuel aktif di berbagai kegiatan penanggulangan HIV/AIDS di Jayapura. Dan saya yakin ia tidak akan pernah berhenti.
Ia layaknya cahaya yang terus menerangi kegelapan.
Seperti dian yang tak kunjung padam.
Jayapura – Papua.
*Judul tulisan meminjam judul novel karya Sutan Takdir Alisjahbana
**Laporan Situasi Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sampai dengan Juni 2011 oleh Kementerian Kesehatan RI
***Informasi HIV/AIDS Provinsi Papua Triwulan 1 tahun 2011 oleh Dinas Kesehatan Provinsi Papua
terima kasih untuk berpartisipasi dalam govlog, untuk pendataan mohon diisi data2 di bawah ini,
ReplyDeleteNama Lengkap:
Jenis Kelamin:
No tlp/HP (yang bisa dihubungi):
Email:
Yahoo Messenger:
Alamat lengkap:
Pekerjaan:
kirim ke rizal.maulana(at)vivanews.com
trim's