January 6, 2016

Wedding Prep 101: Informasi Vendor Bagian 3 (Cincin, Undangan, Souvenir, dll)

Posting kali ini akan jadi posting terakhir yang berhubungan dengan vendor nikahan. Setelah dua posting sebelumnya cukup panjang (sampe pegel akoh ngetiknya), maka yang sekarang singkat-singkat aja ya cin :D

Cincin
Cincin kawin saya aseli ngga neko-neko. Inget cincin dalam film Lord of The Ring? Nah kira-kira bentuk cincin saya seperti itu, minus ukir-ukiran tulisan zaman kuno kayak di film ya. Beneran polos tanpa batu/mata, dengan permukaan datar instead of membulat. Cincin saya terbuat dari emas, sedangkan calon suami menggunakan bahan palladium.

Referensi cincin
Referensi cincin
Saat sudah punya gambaran cincin, maka saya dan calon suami pergi mengunjungi Pusat Emas Cikini yang di seberang Stasiun Cikini. Kami berkeliling satu toko ke toko yang lainnya dan kalau dari pengamatan saya, sebenarnya harga yang ditawarkan mirip-mirip, tinggal pinter-pinter kita menawarnya saja.

Di kasus saya, kami memilih toko emas berdasarkan kesanggupan menyelesaikan cincin sesuai deadline.  Bukan apa-apa, cincin nikah ini soalnya akan dibawa sebagai salah satu seserahan lamaran, yang mana kayak 2 minggu setelah lebaran. 

Saat itu, rata-rata toko emas yang kami datangi tidak menyanggupi, karena tukangnya sudah pada pulang kampung [memang pas kami datang tuh seminggu sebelum lebaran]. Satu-satunya yang menyanggupi adalah Toko Emas Suki. 

Secara koleksi cincin, memang di Suki tidak sebanyak toko yang lain, tapi ternyata banyak yang pesan ke toko ini, terbukti saat saya ke sana, ada 2 pasangan lain yang sedang deal dengan pemilik toko.

Toko Emas Suki ada di lantai dasar Cikini Gold Centre, Jakarta Pusat.

Cincin kawin hasil pesanan di Toko Suki

Undangan
Berhubung pestanya simpel, maka segala-galanya pun harus simpel, termasuk undangan. 

Personally saya selalu kepingin undangan hanya terdiri dari 1 lembar bolak balik. Lembar pertama berisi informasi akad/resepsi, dan baliknya adalah peta menuju venue. 

Untuk desain, saya dan calon suami mempercayai sahabat baik kami Edo, seorang desainer grafis handal.

Kami meeting untuk brainstorm, dan saat itu kami pun memberikan referensi tone color dan gaya yang kami inginkan seperti apa. Saat brainstorming, kami juga sudah menentukan schedule kapan desain undangan harus selesai agar ada cukup waktu untuk proof print dan mencetaknya.

Tak hanya mendesain, Edo pun memberikan rekomendasi jenis kertas untuk mencetak desain undangan yang dibuatnya.

Perkara printing, saya menyerahkan sepenuhnya ke calon suami. Saya ngga ikut campur sama sekali. Since beliau bermukim di Bandung, maka vendor percetakan yang dipilih juga berlokasi di Bandung.

Lembar undangan kami dicetak di atas craft paper 240 gram yang dilapis dua, sedangkan amplop memakai craft paper 240 gram [tanpa didouble]. Ukuran undangan 21 x 12 cm, dan amplop 22 x 13 cm [dalam keadaan amplop setelah dilipat]. Teknik yang digunakan adalah sablon, dengan emboss pada nama kami di lembar undangan dan amplop.

Sebelum jalan cetak, upayakan untuk melakukan proof print. Ini untuk memastikan baik warna, maupun konten sudah sesuai. Kadang, warna pada desain yang kita lihat di layar komputer jatuhnya beda ketika dicetak. Tak hanya itu, kita juga perlu memeriksa apakah besar/kecilnya font sudah pas, atau perlu disesuaikan lagi.
Undangan bolak balik
Amplop tampak depan dan belakang
Jumlah undangan yang kami cetak hanyalah 200 pcs. Undangan berwujud fisik ini memang khusus diperuntukkan bagi tamu dari pihak keluarga. Sementara untuk teman-teman sebaya dan kolega, dikirimkan undangan via email. Undangan fisik karena kebanyakan dikirim via pos, maka dikirimkan h-3 minggu event, sedangkan undangan via email, kami kirimkan sekitar H-2 minggu sebelum event.

Harga yang dicharge Kyub waktu itu adalah Rp 15.900/pcs, dan ini sudah termasuk wrapping plastik bening. Hasil cetakannya oke, dan selesai sesuai deadline. 


E-invitation yang kami sebar ke teman-teman

Souvenir
Seperti halnya urusan cetak undangan, perihal souvenir juga saya serahkan ke calon suami. Namanya juga ngurus nikahan ya, harus bagi-bagi tugas dong, kalau ngga mah mana kelar?

Prinsip dasar saya untuk souvenir adalah harus bermanfaat. Saya sejujurnya kurang suka kalau dapat souvenir yang estetika belaka dan ngga bisa dipakai.

Beberapa ide yang sempat muncul saat saya brainstorming dengan calon suami adalah:

  • Succulent, tapi terus dicoret karena suppliernya di Lembang, dan kami terlalu rempes untuk ngurusnya. Plus kami pengennya si succulent dibuatkan packing tambahan lagi, jadi ngga sekedar mika saja.
  • Biji kopi. Ini menurut calon suami tuh menggambarkan saya banget (karena saya suka kopi). Tapi terus ide ini pun dicoret karena pertimbangan, ngga semua orang suka, dan nanti kalau berupa biji kopi, mereka ngegilingnya gimana?
  • Kipas. Tadinya yang kita mau pesan adalah semacam kipas yang biasa dipakai ibu-ibu di kondangan. Sempat juga ke supplier yang sering banget dimention orang di blog yang lokasinya di belakang LP Cipinang, tapi terus ngerasa kurang sreg karena kami ragu akan kualitas barang-barangnya.
Akhirnya setelah berpikir lagi, kami mempertahankan ide kipas, namun mengubah modelnya. Kali ini yang dibuat adalah kipas model jepang. Setelah kami sepakat dengan ide tersebut, maka calon suami saya mulai membuat desain dan mencari suppliernya.

Supplier yang dipilih adalah AHD Souvenir, di daerah Pramuka, Jakarta. Untuk 300 pcs, biaya produksi per kipas adalah Rp 6 ribu. Pelayanan ok, hasil juga ok, dan sesuai deadline.

Informasi lebih lanjut tentang AHD Souvenir: Jl Kayumanis Barat No,24 Pramuka Jakarta Pusat, atau cek di sini.
Souvenir kipas
Oh iya, selain souvenir untuk setiap tamu, saya dan calon suami juga memberikan semacam 'token of appreciation’ untuk teman-teman dekat yang sudah hadir berupa mix tape lagu-lagu yang diputar di resepsi kami. For your information, pesta kami ngga pakai wedding band, jadi hanya memainkan music dari playlist yang telah disusun. Nah playlist ini kemudian diupload, dan kami kirimkan link downloadnya ke teman-teman yang sudah hadir :)

Kami sengaja mengirimkannya di hari minggu sore, dengan harapan playlist ini bisa jadi musik yang menemani para rekan untuk menghadapi hari Senin.

Lain-lain
1. Mahar
Mahar saya berupa logam mulia. Lagi-lagi in calon suami yang mengurus, dan beliau membeli mahar tersebut di gerai LM-nya Antam.

2. Penghulu & surat-surat
Karena saya dan calon suami sama-sama numpang nikah, maka kami berdua harus mengurus Surat Menumpang Nikah dari kelurahan.

Basically ini ngga susah, hanya saja harus mau ribet, karena kita mengurus suratnya dari tingkat RT, RW, kelurahan, kecamatan, serta dari KUA setempat.

Surat-surat pengantar ini lalu diserahkan ke KUA tempat kita menumpang nikah. Waktu saya, Masjid PI itu berada di bawah kecamatan Kebayoran Lama, jadilah diurusnya ke KUA Kebayoran Lama.
Ketika surat-surat sudah lengkap, sekali datang saja cukup kok untuk mengurus penghulu. Untuk biaya administrasi sebesar Rp 600 ribu pun disetornya langsung ke BNI bukan ke kantor KUA-nya. Saya dan calon suami sudah mempersiapkan surat-surat dari bulan Juli, sehingga di akhir Agustus pun semua sudah selesai. Jangan lupa untuk tukeran nomer telepon dengan penghulunya agar bisa kita remind lagi menjelang d-day.

3. Perawatan pra nikah
Dibanding CPW-CPW lain, mungkin saya masuk dalam kategori cuek. Bayangkan saja, saya ngga
melakukan dedicated treatment khusus untuk nikahan. Spa, ratus, totok aura? Tentu tidak. Well,
mungkin facial yah. Tapi untuk facial ini saya memang sudah rutin melakukannya di Erha setiap
bulan, jadi ngga hanya pas jelang d-day.

The very least I did adalah threading muka, atau menghilangkan bulu-bulu di wajah. Ini simply karena temen-temen bilang kalau wajah kelihatan kinclong kalau threading. On top of that, katanya make up juga akan lebih nempel.

Bener sih, memang muka jadi kelihatan lebih putih karena tanpa bulu sama sekali, tapi prosesnya ASLI SAKIT BANGET! Rasanya kayak paper cut tapi ngga berenti-berenti selama 20 menit. Saya yang bulu di wajah ngga terlalu banyak aja sampai keringetan satu punggung (padahal ruangan ber-AC lho), dan minta break berkali-kali. Gimana yang bulunya banyak?

Bahkan terapisnya ngaku kalau menurut dia threading muka tuh emang JUARA sakitnya. Dia pernah nyobain sekali, dan ngga mau lagi. Wah sama dong sis, saya juga kapok, cukup sekali saja demi wajah kinclong di hari pernikahan.

Tadinya saya mau melakukan threading di Brow Haus, Jakarta. Menurut website, harganya sekitar Rp 240 ribu. Tapi setelah tahu tempat waxing langganan, Caramello, juga mempunyai layanan untuk threading wajah, maka saya pun ke sana. Harga lebih murah [Rp 105 ribu], kebersihan dijamin, dan hasilnya pun memuaskan. Lagipula kalau menurut saya mah sakitnya sama ajah. At least kalau di Caramello, muka doang yang sakit, dompet ngga ikut-ikutan (halah!). 

FYI untuk yang biasa ke Caramello Kemang, setelah Lacodefin direnovasi, maka Caramello pindah ke Kemang Colony lantai 5. 

Alamat Kemang Colony: Jl. Kemang Raya No. 6A, telp (021) 2952-9935. Patokannya adalah sebelah Tamani Kemang, yang ada Liberica coffee di lantai dasarnya.

Yeay alhamdulillah wa syukurilah akhirnya selesai juga sharing info vendornya!

Mohon maaf jika terlalu panjang atau kurang informatif ya. Please bear in mind, ini semua berdasarkan pengalaman saya, jadi sangat mungkin bersifat subyektif.

Semoga bermanfaat, dan tetap semangat! 

No comments:

Post a Comment